Bahan pengawet kosmetik yang aman masih menjadi momok bagi sebagian orang. Kabar tentang bahaya dari bahan-bahan tertentu, seperti paraben, SLS (Sodium Lauryl Sulfate), atau SLES (Sodium Laureth Sulfate), membuat orang-orang menganggap bahwa pengawet seharusnya tidak dimasukkan dalam produk kecantikan. Namun, apakah memang benar begitu?
Kenyataannya, tidak semua bahan pengawet harus dimusuhi. Anggaplah pengawet seperti setting spray atau bedak tabur untuk finishing riasan. Ketika sudah menghabiskan waktu untuk membuat make up yang cantik, apakah Anda rela riasan tersebut lenyap dalam beberapa jam saja? Tentu tidak, kan?
Sama halnya dengan produk perawatan kulit, siapa pun pasti ingin produk yang dibeli bertahan lama dan tidak mudah berubah wujud akibat paparan lingkungan. Maka dari itu, ketimbang anti dengan bahan pengawet kosmetik, sebaiknya simak manfaat dan contoh-contoh bahan aman berikut!
Mengapa Diperlukan Pengawet dalam Kosmetik?

Apa pun produk perawatan tubuh yang mengandung air atau bahan berwujud cair berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan jamur dan bakteri merugikan. Potensi ini muncul apabila produk tidak diawetkan dengan baik dan benar. Pertumbuhan bakteri dan jamur pun dapat membahayakan kesehatan Anda.
Produk yang sudah ditumbuhi mikroba tentunya tampak menjijikkan dan berbau tak sedap. Ketika diaplikasikan ke kulit, produk yang kualitasnya sudah dirusak oleh bakteri atau jamur akan menyebabkan berbagai masalah, misalnya, peradangan, infeksi, dan alergi terutama untuk orang yang berkulit kering.
Itulah alasan yang membuat penggunaan bahan pengawet sangat diperlukan dalam produk kosmetik. Selain itu, memakai produk dalam jangka waktu tertentu usai membuka kemasannya juga harus dicermati. Sebagai contoh, produk dengan simbol PAO (Period-After-Opening) pada jenis kosmetik apa pun biasanya menuliskan batas waktu pemakaian. Jika produk sudah terbuka lebih dari waktu yang tertulis di simbol PAO, jangan digunakan.
Pengawet bekerja dengan 3 cara:
- Mencegah pertumbuhan mikroba dengan menciptakan lingkungan yang tidak subur.
- Menghentikan proses oksidasi.
- Menghambat proses enzimatik, terutama pada makanan, yang akan menghentikan kerusakan.
Sayangnya, sebagian bahan pengawet kosmetik yang aman memiliki potensi buruk jika terus-menerus terserap oleh tubuh. Contoh bahan-bahan yang dimaksud adalah paraben, propylene glycol, formaldehida, Sodium Lauryl Sulfate (SLS), dan Sodium Laureth Sulfate (SLES). Namun, perlu digarisbawahi, bahan-bahan tersebut masih terbilang aman, asalkan berada di bawah kadar yang telah ditentukan oleh BPOM.
Apa yang Bisa Tumbuh dalam Kosmetik Kedaluwarsa atau Tanpa Bahan Pengawet?
Para ahli di London Metropolitan University melangsungkan uji mikroba pada perona pipi, maskara, lipstik, foundation, dan lip gloss yang telah melewati masa PAO. Hasilnya, mereka menemukan bahwa produk-produk kosmetik ini mengandung bakteri dan jamur yang mematikan.
Inilah daftar mikroba yang ditemukan:
- Eubacteria — Bakteri ini dapat menyebabkan vaginosis bakterialis.
- Aeromonas — Mikroba penyebab infeksi mata, infeksi luka, serta gastroenteritis.
- Staphylococcus Epidermidis — Bakteri yang mengakibatkan resistensi terhadap antibiotik dan dapat mengabaikan sistem imun.
- Propionibacterium Avidum — Bakteri yang berperan dalam pertumbuhan jerawat dan abses payudara.
- Enterococcus Faecalis — Bakteri penyebab sepsis, infeksi saluran kemih, meningitis. Sepsis merupakan infeksi membahayakan yang dipicu oleh masuknya bakteri berjumlah besar ke dalam aliran darah.
7 Contoh Bahan Pengawet Kosmetik yang Aman

Pastinya, Anda tak ingin jamur dan bakteri merugikan sampai berkontak dengan tubuh, kan? Maka dari itu, bahan pengawet sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan produk dan melindungi dari serangan mikroba. Jika ingin menghindari bahan pengawet berbahaya, ada beberapa opsi aman yang bisa Anda pertimbangkan.
1. Triklosan
Bahan pengawet kosmetik yang aman satu ini terbilang populer di dunia. Triklosan dikenal sebagai pengawet untuk sabun, pasta gigi, dan cairan pencuci mulut. Dalam produk pembersih mulut, triklosan membantu memerangi bakteri penyebab plak, pelaku utama dari beragam masalah kesehatan oral.
Bahan pengawet ini juga telah dinyatakan aman untuk konsumen oleh berbagai badan kredibel di seluruh dunia, termasuk Cosmetic Ingredient Review Panel (CIR) di Amerika Serikat dan Scientific Committee on Consumer Safety (SCCS) di Eropa. Hasil penelitian Safety and Environmental Assurance Centre (SEAC) Unilever juga menemukan bahwa triklosan aman bagi lingkungan.
2. Methylisothiazolinone (MIT)
Senyawa campuran ini aman untuk jenis produk yang dibilas setelah diaplikasikan ke kulit. Produk-produk seperti sabun badan, sabun cuci tangan, pelembap, pembersih, produk perawatan rambut, sampo, dan kondisioner menggunakan MIT. Namun, untuk produk berjenis leave-on atau didiamkan meresap ke dalam kulit, MIT dilarang karena dapat menyebabkan iritasi kulit.
3. Methylchloroisothiazolinone (MCI)
MCI merupakan salah satu bahan pengawet kosmetik yang aman dan sangat aktif memberantas bakteri, ragi, dan jamur. Biasanya, senyawa campuran ini digunakan dalam produksi kosmetik berbasis air dan produk perawatan tubuh. Selain kosmetik, MCI juga dipakai dalam industri pelapisan kertas, deterjen, lem, dan cat.
Menurut Food and Drug Administration (FDA), MCI termasuk alergen kimia yang terstandarisasi. Namun, dalam kadar yang telah dibatasi, senyawa campuran ini tidak membawa dampak berbahaya bagi tubuh.
4. Chlorphenesin
Selanjutnya, ada chlorphenesin yang juga bekerja sebagai antibakteri dan jamur. Tidak hanya mencegah kontaminasi mikroba, chlorphenesin bermanfaat untuk memperpanjang masa simpan produk membantu mencegah bau tak sedap.
Bahan pengawet kosmetik ini sering dikombinasikan dengan fenoksietanol dan capryl glycol karena terbilang lemah jika bekerja sendirian. Pada 2014, CIR Expert Panel menyimpulkan bahwa chlorphenesin aman untuk kulit.
5. Kloroxilenol (Chloroxylenol)
Kloroxilenol, atau yang disebut juga sebagai para-chloro-meta-xylenol (PCMX), ialah bahan pengawet kosmetik yang aman dan biasa ditemukan pada produk-produk pembersih, seperti deodoran, sabun, pasta gigi, dan kondisioner. Kloroxilenol juga masuk ke dalam List of Essential Medicines dari World Health Organization (WHO). Antimikroba ini mampu membantu menangani luka gigitan, sayatan, sengatan, atau gesekan.
6. Iodopropynyl Butylcarbamate (IPBC)
Sejak ditemukan pada tahun 1970-an, IPBC menjadi salah satu bahan pengawet paling efektif dengan teknologi antijamur. Dilansir oleh DermNet NZ, senyawa ini diklaim aman, asalkan dengan kadar di bawah 0,1 persen. Tidak hanya menjadi bahan pengawet yang berkualitas, IPBC juga non komedogenik sehingga cocok untuk pemilik kulit yang mudah berjerawat. Senyawa ini dikategorikan beracun hanya ketika dijadikan bahan pengawet untuk formulasi aerosol, sepeti spray rambut.
7. Methyldibromo Glutaronitrile (MDBGN)
MDBGN merupakan bahan pengawet yang mengandung bromin nan sudah sejak lama dipakai dalam pembuatan produk kosmetik dan toiletris. Senyawa ini hanya diperbolehkan dimasukkan ke dalam produk, baik leave-on atau rinse-off, dengan konsentrasi kurang dari 0,1 persen. Contoh jenis produk yang memakai MDBGN, antara lain, minyak pijat, krim badan, losion wajah dan tangan, sabun cair, tabir surya, sampo, dan kondisioner.
Sudah jelas, kan? Pada dasarnya, Anda tidak perlu menghindari bahan pengawet kosmetik secara total. Pilihlah alternatif pengawet yang aman jika terserap oleh tubuh, seperti halnya daftar bahan yang telah disebutkan di atas. Selain itu, pastikan pula produk yang Anda gunakan telah terdaftar di BPOM untuk menghindari kadar bahan pengawet yang melebihi batas sesuai peraturan yang berlaku.
Jika Anda sedang ingin membutuhkan jasa maklon skincare dan kosmetik, segera konsultasikan semua kebutuhan anda di Agung Sejahtera Group. Jangan lupa untuk menggunakan bahan yang aman dan sesuai dengan peraturan BPOM ya! Semoga pembahasan kali ini menambah wawasan!